GAYA KOMUNIKASI

Ada orang-orang tertentu yang seolah-olah dilahirkan untuk menjadi orang yang sukses dalam pergaulan. Dengan mudahnya mereka dapat menjalin persahabatan setiap bertemu dengan teman yang baru. Bukan itu saja, persahabatan mereka pun biasanya bertahan sampai kekal. Sebaliknya, ada pula orang-orang yang justru mengalami kesukaran dalam pergaulan. Tema "disalah mengerti" merupakan tema pokok hidup mereka meski mereka tak henti-hentinya berusaha mengoreksi diri. Banyak faktor yang terlibat yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kita dalam pergaulan, salah satunya adalah gaya kita berkomunikasi.

Tanpa kita sadari, sebenarnya gaya komunikasi itu sendiri adalah bagian dari isi berita yang kita komunikasikan. Pada umumnya orang yang sukses dalam pergaulan bukan saja memahami dampak gaya komunikasinya pada orang lain, ia pun telah berhasil mengubahnya menjadi gaya komunikasi yang luwes dan menyenangkan. Gaya komunikasinya bukan saja tidak mengganggu isi berita yang ingin ia sampaikan, malah gayanya yang luwes itu menambah kekuatan atau bahkan adakalanya melengkapi kekurangan isi berita yang ingin ia kemukakan. Di bawah ini saya mencoba menjabarkan TUJUH GAYA KOMUNIKASI YANG TIDAK SEHAT. Mudah-mudahan dapat menolong kita memperbaiki keterampilan yang sangat penting ini.

Gaya 1: Si Penganggap

Ungkapan yang biasanya terlontar dari dirinya adalah, "Saudara seharusnya sudah mengerti maksud saya." Si Penganggap umumnya melakukan satu kesalahan yang cukup serius dalam komunikasi, yakni menganggap orang lain pasti memahami isi hatinya. Sebelum kita menganggap orang lain sudah menangkap maksud kita, kita perlu mengecek ulang, apakah benar ia sudah memahami pembicaraan kita. Gaya komunikasi seperti ini acap kali membuahkan kekecewaan dan bahkan kemarahan.

Gaya 2: Si Sepenggal

Orang ini berpikir, "Bukankah sudah saya katakan semuanya itu?!" namun sesungguhnya yang terjadi adalah ia memang belum mengemukakan seluruh pikirannya -- baru sepenggal saja. Sewaktu kita berbicara, kecepatan pikiran kita bergerak dari satu topik ke topik yang lainnya tidaklah sama dengan kecepatan lidah kita mengungkapkan isi pikiran itu sendiri. Bagi Si Sepenggal, pikirannya bergerak telalu cepat atau lidahnya terlalu lamban sehingga maksud hatinya tidak tertuang sepenuhnya melalui bahasa ucapan. Masalahnya ialah, ia tidak menyadari hal ini, sehingga dalam benaknya, ia sudah mengatakan semua yang ingin ia sampaikan. Si Sepenggal rentan terhadap frustasi karena komunikasinya menjadi terpotong-potong dan sudah tentu, membuka pintu terhadap kesalahpahaman.

Gaya 3: Si Peremeh

Ucapan Si Peremeh pada umumnya ditandai dengan kalimat sejenis ini, "Kenapa tidak mengerti-mengerti?" atau "Memang bodoh kamu!" Si Peremeh memiliki satu masalah yang lumayan serius yakni ia memperlakukan semua orang sama seperti dirinya. Alhasil, apabila orang lain tidak bisa mengikuti kemauan atau pikirannya, ia pun marah. Sewaktu marah, bukannya ia melihat bahwa memang orang lain berbeda dengannya, ia justru memandang perbedaan sebagai kekurangan di pihak orang lain. Gaya komunikasi ini cenderung merusakkan hubungan dengan orang lain. Siapa saja yang pernah disakitinya akan menjaga jarak karena tidak mau terluka lagi.

Gaya 4: Si Penyenang

Si Penyenang mempunyai satu misi dalam hidupnya, yakni menyenangkan hati semua orang. Akibatnya, tema seperti ini sering keluar dari bibirnya, "Saya akan lakukan apa saja bagimu asal kamu bahagia." Bicara dengan Si Penyenang memang bisa menyenangkan karena ia akan mengangguk-angguk saja, namun biasanya gaya komunikasi ini dapat mendangkalkan relasi pribadi. Sukar sekali untuk mengetahui hati Si Penyenang karena ia tidak terbuka. Ketidakterbukaannya itu juga cenderung membuatnya menumpuk semua perasaan dalam hati. Kalau tidak tertahankan, ia mudah menjadi orang tertekan dan tidak bahagia.

Gaya 5: Si Pelupa

Kita bisa lupa dan adakalanya sengaja melupakan peristiwa tertentu. Malangnya, Si Pelupa lupa dan melupakan terlalu banyak hal dan frekuensinya terlalu sering. Ia acap kali berujar, "Tidak, saya tidak mengatakan hal itu." Namun kenyataannya ialah ia mengatakan hal tersebut. Baik lupa atau melupakan informasi yang akhirnya dibutuhkan oleh orang lain cenderung melemahkan kepercayaan orang pada dirinya sendiri. Orang lain dapat membentuk anggapan bahwa Si Pelupa meremehkan atau bisa juga, orang lain menilai bahwa Si Pelupa tidak tulus. Ini bahaya! Komunikasi sangat bergantung pada kepercayaan; tanpa itu, yang mendengar adalah suara belaka.

Gaya 6: Si Pendebat

Repot juga berkomunikasi dengan Si Pendebat karena pembicaraan dengannya cenderung menjadi arena balapan kebenaran. Perhatikan kata- kata yang biasanya keluar dari mulutnya, "Apa benar saya berkata demikian? Apa kamu yakin? Bagaimana dengan dirimu sendiri?" Si Pendebat kaya dengan kata-kata dan gaya berkomunikasinya mirip dengan taktik menyerbu orang lain dengan bombardemen kata-kata. Si Pendebat cenderung melemparkan fokus masalah ke pihak lawannya sehingga ia bebas dari kesulitan. Gaya komunikasi ini bisa menimbulkan rasa tidak suka dan jenuh pada orang lain karena bicara dengannya membuat diri merasa diserang. Lebih jauh lagi, Si Pendebat akhirnya membuat orang beranggapan bahwa ia senantiasa mengelak dari tanggung jawabnya.

Gaya 7: Si Talenan

Rasa iba, kasihan, simpati adalah beberapa kata yang sering diasosiasikan dengan Si Talenan karena perasaan-perasaan seperti itulah yang timbul tatkala melihatnya. Si Talenan selalu menyediakan dirinya menjadi sasaran tudingan orang lain tanpa benar-benar menyadari di mana letak kesalahannya (kalau memang ada). Ucapan seperti ini cenderung muncul dari bibirnya, "Betul, memang saya yang salah dan sudah sepantasnya dimarahi." Masalahnya ialah, ia melakukan itu karena tidak berani atau berkekuatan memperhadapkan orang lain dengan kebenaran. Ia tidak suka keributan dan baginya silang pendapat tidaklah bijaksana, jadi, harus dihindarkan. Gaya komunikasi ini sangat merugikan dirinya dan bisa mengundang penghinaan dari orang lain. Orang lain semakin berani berbuat sekehendak hatinya tanpa mempedulikan perasaannya. Namun, bukankah ia jugalah yang memulainya?

Dari penjelasan di atas kita melihat bahwa gaya komunikasi dapat memancarkan kepribadian kita yang sesungguhnya, namun bisa pula merupakan gaya yang dipelajari. Adakalanya untuk mendapatkan penerimaan dari orang lain, kita terpaksa mengikuti gaya komunikasi yang tertentu. Atau kita belajar dari keluarga kita sendiri sehingga kita menganggap gaya komunikasi kita dipahami semua orang, alias universal. Jika gaya komunikasi kita memang merupakan buah kepribadian sendiri, sudah tentu perlu koreksi. Obat penawarnya ada beberapa, misalnya meminta tanggapan orang lain. Mungkin kita dapat memeriksa ucapan-ucapan kita dengan lebih teliti dan menanyakan, apa kira-kira yang orang lain rasakan (bukan kita, sebab kalau kita, mungkin sekali kita tak merasa apa-apa karena sudah terbiasa) tatkala mendengar kata-kata kita. Kita rela membayar mahal dan menanamkan waktu yang panjang untuk pendidikan kita; ironisnya, kita sering tidak bersedia membayar mahal untuk belajar menyehatkan gaya komunikasi kita. Memang, adakalanya hal yang penting tampaknya sederhana.

PENDELEGASIAN

Sebenarnya, apakah pendelegasian itu? Ada yang berkata, "Sharing is delegation." Pernyataan ini adalah prinsip dasar umum yang menjelaskan apa sebenarnya pendelegasian itu. Bagian ini secara khusus akan menguraikan pengertian pendelegasian serta semua aspek terkait yang ada di dalamnya.

PENGERTIAN PENDELEGASIAN

1. Pendelegasian ialah proses terorganisir dalam kerangka hidup organisasi/keorganisasian untuk secara langsung melibatkan sebanyak mungkin orang dan pribadi dalam pembuatan keputusan, pengarahan, dan pengerjaan kerja-yang berkaitan dengan pemastian tugas.

2. Pendelegasian ialah tindakan memercayakan tugas (yang pasti dan jelas), kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan secara individu dalam setiap posisi tugas. Pendelegasian dilakukan dengan cara membagi tugas, kewenangan, hak, tanggung jawab, kewajiban, serta pertanggungjawaban, yang ditetapkan dalam suatu penjabaran/deskripsi tugas formil dalam organisasi.

DASAR PENDELEGASIAN
Pokok pembahasan tentang dasar pendelegasian ini berupaya untuk menjawab pertanyaan "mengapa pendelegasian itu penting?" Atau "mengapa pendelegasian itu penting dalam hidup dan kerja suatu organisasi?" Pendelegasian itu sangat penting bagi hidup dan kerja setiap organisasi dengan alasan-alasan mendasar berikut di bawah ini.

1. Pemimpin hanya dapat bekerja bersama dan bekerja melalui orang lain, sesuatu yang hanya dapat diwujudkannya melalui pendelegasian.

2. Melalui pendelegasian, pemimpin memberi tugas, wewenang, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban kepada bawahan demi pemastian tanggung jawab tugas (agar setiap individu peserta suatu organisasi berfungsi secara normal).

3. Dengan pendelegasian, pekerjaan keorganisasian dapat berjalan dengan baik tanpa kehadiran pemimpin puncak atau atasan secara langsung.

4. Dalam pendelegasian, pemimpin memercayakan tugas, wewenang, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang sekaligus "menuntut" adanya hasil kerja yang pasti dari bawahan.

5. Dalam pendelegasian, pemimpin memberikan tugas, wewenang, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang sepadan bagi pelaksanaan kerja sehingga bawahan dengan sendirinya dituntut untuk bertanggung jawab penuh dalam pelaksanaan kerja.

SIFAT DELEGASI

1. Pendelegasian tidak sama pada setiap tingkat hierarki organisasi. Besar kecilnya pendelegasian adalah sesuai dengan tugas, hak, wewenang, kewajiban, tanggung jawab, dan pertanggungjawaban setiap individu dalam hierarki organisasi.

2. Pendelegasian tidak dapat ditransfer dari satu tugas ke tugas yang lain dalam suatu organisasi karena satu pendelegasian berlaku untuk satu tugas saja.

SIKAP TERHADAP DELEGASI

Ada beberapa sikap terhadap delegasi/pendelegasian yang memiliki efek negatif ataupun positif. Sikap-sikap tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pemimpin sering tidak mendelegasikan tugas karena pelbagai alasan, yaitu pemimpin tidak tahu atau takut, dan mempertahankan status quo, serta tidak memercayai orang lain/mencurigai orang lain.

2. Pemimpin sering mendelegasikan semua tugas karena pemimpin tidak tahu ataupun ingin membebaskan diri/meringankan diri dari kewajibannya.

3. Pemimpin sering mendelegasikan sedikit tugas karena pemimpin takut atau sangat hati-hati, atau kurang/tidak percaya.

4. Pemimpin dapat dan patut mendelegasikan tugas dengan bertanggung jawab. Hal ini dapat dilakukan dengan memerhatikan beberapa faktor penting berikut ini.

1. Tugas yang tepat harus diberikan kepada orang yang tepat pula, sesuai dengan kapasitas/kompetensi yang ada padanya.
2. Tugas yang tepat yang akan didelegasikan harus sepadan dengan wewenang, hak, tanggung jawab, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang tepat pula.
3. Memercayakan suatu tugas harus disertai perhitungan waktu yang tepat, kondisi yang tepat dalam suatu sistem manajemen terpadu yang baik.
4. Pendelegasian harus dilaksanakan dengan ekspektasi pragmatis yang didukung oleh sistem pengawasan yang baik guna menciptakan efektivitas dan efisiensi kerja serta produksi yang tinggi.
5. Pemimpin sebagai pemberi tugas harus secara konsisten memberikan dukungan penuh ("backing") kepada setiap bawahan yang menerima pendelegasian tugas darinya.
6. Pendelegasian yang dilaksanakan dengan cara yang tepat, dapat didefinisikan sebagai empat hal berikut.

* Cara bijaksana, yaitu sikap bertanggung jawab penuh dari pemimpin dan bawahan. Pemimpin melaksanakan pendelegasian serta memberi dukungan, sementara bawahan siap serta taat kepada pemimpin dalam melaksanakan tugas/tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.

* Cara konsistensi, yaitu sikap pasti yang terus-menerus dipertahankan oleh pemimpin dan bawahan, antara lain:
1. tetap (tidak berubah) -- berdasarkan ketentuan/polisi kerja organisasi yang berlaku;
2. teratur (berdasarkan sasaran/kecepatan/ketertiban yang diminta) -- sesuai dengan sistem manajemen organisasi yang ada.
3. terus-menerus (mencegah/mengatasi hambatan dengan bekerja secara tetap) -- yaitu sesuai dengan tuntutan kerja dan batas waktu yang telah ditetapkan.

* Efektif dan efisien, yaitu memperhitungkan faktor kualitas dan kuantitas kerja.

* Pragmatis dan produktif, yaitu berorientasi kepada hasil atau produksi tinggi, sesuai dengan perencanaan.

SIKAP PEMIMPIN TERHADAP PENDELEGASIAN

Pendelegasian hanya akan berfungsi secara efektif apabila pemimpin memahami dan mengambil sikap yang tepat terhadap pendelegasian itu.

1. Pemimpin tertinggi dan yang setingkat di atas setiap bawahan bertanggung jawab penuh atas tugas yang didelegasikan dengan memberi dukungan penuh kepada bawahan dengan memenuhi apa yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas.

2. Pemimpin yang mendelegasikan tugas bertanggung jawab memberi kredit kepada setiap pelaksana tugas atas hasil kerja yang telah diperlihatkannya.

3. Pemimpin yang mendelegasikan tugas mutlak bertanggung jawab penuh atas sukses atau gagalnya suatu pelaksanaan kerja serta segala konsekuensi yang ditimbulkan oleh setiap bawahannya.

POLA PENDELEGASIAN

Pola pendelegasian yang membawa hasil memiliki ciri-ciri khusus yang harus dipahami oleh setiap orang. Ciri-ciri khusus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Pendelegasian yang menghasilkan bukanlah pendelegasian pesuruh/babu "Jalankan ini, jalankan itu, lakukan ini, lakukan itu, dsb." Pendelegasian yang sebenarnya tidak berfokus pada prosedur- prosedur dan cara-cara yang digunakan, tetapi terarah kepada upaya pencapaian sasaran/target dan hasil-hasilnya. Prosedur dapat ditetapkan dalam polis/suatu ketentuan, tetapi cara/metode harus dicari sendiri dan dikembangkan oleh setiap pekerja.

2. Pendelegasian yang menghasilkan adalah pendelegasian penatalayanan, yaitu pendelegasian yang berwawasan serta bertujuan melayani. Aspek-aspek pendelegasian ini dikemukakan di bawah ini.
1. Fokus pendelegasian adalah hasil kerja yang diharapkan tercapai, dalam upaya menggapai sasaran/tujuan akhir dari organisasi.
2. Pendelegasian dilaksanakan dengan sikap hormat yang didasarkan atas penghargaan dan kesadaran terhadap diri sendiri sebagai sesuatu yang "berharga", serta memerhatikan harga diri dan kehendak bebas orang lain, di mana setiap pekerja dipandang sebagai subjek, dan bukan objek kerja.
3. Pendelegasian yang menghasilkan melibatkan harapan-harapan yang meliputi bidang berikut.

* Menekankan pada tercapainya hasil-hasil yang didambakan atau diinginkan pada waktu depan yang telah ditentukan ("desired results").
1. Pendelegasian menyatakan dengan tegas tentang apa yang harus dicapai, bukan bagaimana mencapainya, di mana fokus utama diarahkan kepada hasil produksi.
2. Pendelegasian memberikan tugas, wewenang, hak, tanggung jawab, kewajiban membuat/memberi laporan pada awal tugas, dalam tugas, dan akhir tugas untuk diketahui dan dievaluasi oleh pemimpin.
* Pelaksanaannya dilandasi pedoman/petunjuk ("guidelines") yang jelas, baik bagi tugas maupun pelaksana tugas. Artinya pendelegasian menyatakan pedoman-pedoman, larangan-larangan, dan batas-batas dimana seseorang harus bekerja/melakukan kewajibannya. Hal ini menolong setiap orang untuk bekerja dengan baik/patut.
* Melibatkan sumber-sumber daya ("resources") yang pasti. Pendelegasian menyatakan (disertai dengan pernyataan) akan adanya sumber-sumber daya, antara lain sumber daya manusia, keuangan, teknis, atau organisasi yang dapat dipakai seseorang untuk menyelesaikan tugas yang didelegasikan kepadanya.
* Dinyatakan dengan adanya tanggung jawab dan pertanggungjawaban ("responsibility" dan "accountability"). Pendelegasian menyatakan patokan yang akan digunakan untuk menilai hasil/prestasi akhir, yang diwujudkan dengan adanya tanggung jawab dan pertanggungjawaban kerja yang dapat dilakukan dengan membuat/memberi pelaporan pada awal tugas, dalam tugas, dan akhir tugas untuk diketahui dan dievaluasi oleh pemimpin.
* Mempertimbangkan risiko-risiko yang akan terjadi atau ditindaki ("consequences"). Pendelegasian dapat menyatakan akibat-akibat yang akan terjadi, yang baik maupun yang tidak baik, sebagai hasil dari suatu pekerjaan atau tugas yang didelegasikan. Akibat-akibat ini dapat diukur melalui evaluasi/pengkajian yang dilakukan dengan meneliti deskripsi tugas dan hasil kerja atau produk yang telah dilakukan atau dihasilkan. Dengan menanyakan apakah semuanya ini telah dilakukan dengan baik dan sesuai dengan rencana, ketentuan dan prosedur, ataukah malah sebaliknya.

MEMASTIKAN PELAKSANAAN PENDELEGASIAN

Untuk memastikan bahwa pendelegasian berlangsung dengan baik, hal berikut harus diperhatikan.

1. Sangatlah perlu menerapkan supervisi/pengawasan yang bersifat langsung/tidak langsung, untuk memastikan bahwa pendelegasian berjalan dengan baik.
2. Sistem dan peluang untuk menerima masukan, yang bersifat terkontrol dan tidak terkontrol juga perlu disiapkan.
1. Masukan terkontrol dapat dilaksanakan dengan wujud laporan berkala dan laporan insidentil (dalam bentuk tertulis/lisan).
2. Masukan tidak terkontrol dapat dilihat pada hasil nyata yang dicapai dalam pengerjaan tugas, atau cara lain, antara lain menyediakan peluang/kondisi untuk berdiskusi secara terbuka dengan para bawahan, mendengar keluhan mereka, dsb., atau penemuan langsung yang ditemui di lapangan.

MASALAH PENDELEGASIAN

Dalam pendelegasian, sering kali timbul masalah yang bersumber pada fakta berikut.

1. Tugas yang didelegasikan terlampau banyak, atau terlalu sedikit, yang dalam kenyataannya tidak sesuai dengan kapasitas bawahan.

2. Tidak ada pelatihan bagi tugas, baik pelatihan tugas, atau latihan di dalam tugas ("in-service training").

3. Informasi yang kabur. Yang bersumber dari pemimpin yang "kurang jelas" dalam berkomunikasi dengan para bawahan, atau gengsi dari bawahan, yang walaupun tidak memahami suatu informasi, tetapi malu untuk bertanya.

4. Komando dari atas yang datang dari dua sumber yang berbeda. Ini menciptakan kebingungan bagi dan di antara para bawahan yang dihadapkan dengan pertanyaan, "perintah yang mana yang harus dituruti?"

5. Bawahan tidak mengerti nilai dari tugas yang diinformasikan. Apakah tugas tersebut sangat mendesak karena bernilai primer atau dapat ditunda karena sifatnya yang kurang penting, dsb.

6. Harapan pemimpin yang berlebihan, tanpa mengetahui dengan jelas akan kemampuan para bawahannya dengan pasti.

7. Motivasi dan harapan para bawahan yang bersifat kompleks terhadap pemimpin, tugas, imbalan, situasi/kondisi, dsb.

Setiap pemimpin yang baik perlu memahami serta menerapkan pendelegasian dengan penuh tanggung jawab apabila ia menghendaki keberhasilan dalam kepemimpinannya. Pemimpin yang baik akan memahami bahwa ia hanya dapat bekerja dengan baik apabila ia dapat bekerja bersama dan bekerja melalui orang lain (para bawahan). Untuk mewujudkan kerja sama ini, pemimpin dapat mewujudkannya melalui pendelegasian, dimana pendelegasian dapat dilakukannya berdasarkan patokan yang telah disinggung di depan.

GAYA KEPEMIMPINAN

KEPEMIMPINAN SEBAGAI SUATU GAYA

Mungkin karena keputusasaan dalam mendefinisikan kepemimpinan, para teoritis manajemen telah berusaha menggambarkannya dalam gaya. Dalam menggunakan istilah yang luas seperti itu mereka mencoba menggambarkan bagaimana orang tersebut bertindak, bukan siapakah orang tersebut. Bila ada yang berpikir mengenai sejumlah pemimpin yang Anda kenal secara pribadi, Anda mungkin dapat menyimpulkan sendiri mengenai gaya mereka. "Ia tipe seorang pemain/pelatih", atau "Ia seorang primadona", atau "Ia seorang pemain tunggal". Dengan kata lain, kita cenderung menggolongkan seorang pemimpin berdasarkan cara ia memimpin menurut cara pandang kita mengenai dia. Dengan sendirinya, seseorang mungkin berbeda pendapat dengan orang lain mengenai gaya seorang pemimpin. "Gaya" ternyata merupakan ringkasan dari bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar.

APA SAJA GAYA KEPEMIMPINAN ITU?

Karena gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana seseorang bertindak dalam konteks organisasi tersebut, maka cara termudah untuk membahas berbagai jenis gaya ialah dengan menggambarkan jenis organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh atau yang cocok bagi satu gaya tertentu. Perhatian utama kita pada saat ini adalah bagi mereka yang sudah berada dalam posisi kepemimpinan, ketimbang mereka yang masih berpikir-pikir mengenai potensi kecakapan mereka. Kita akan membicarakan lima gaya kepemimpinan: birokratis, permisif (serba membolehkan), laissez-faire (berasal dari bahasa Perancis yang sejatinya menunjuk pada doktrin ekonomi yang menganut paham tanpa campur tangan pemerintah di bidang perniagaan; sementara dalam praktik kepemimpinan, si pemimpin mengarahkan orang-orang yang dipimpinnya untuk melakukan apa saja yang mereka kehendaki), partisipatif, dan otokratis. Kita akan melihat masing-masing gaya tersebut menurut cara kerja pemimpinnya dalam organisasi.

Birokratis -- Ini adalah satu gaya yang ditandai dengan keterikatan yang terus-menerus kepada aturan-aturan organisasi. Gaya ini menganggap bahwa kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi bila setiap orang mematuhi peraturan. Keputusan-keputusan dibuat berdasarkan prosedur-prosedur baku. Pemimpinnya adalah seorang diplomat dan tahu bagaimana memakai sebagian besar peraturan untuk membuat orang-orang melaksanakan tugasnya. Kompromi merupakan suatu jalan hidup karena untuk membuat satu keputusan diterima oleh mayoritas, orang sering harus mengalah kepada yang lain.

Permisif -- Di sini keinginannya adalah membuat setiap orang dalam kelompok tersebut puas. Membuat orang-orang tetap senang adalah aturan mainnya. Gaya ini menganggap bahwa bila orang-orang merasa puas dengan diri mereka sendiri dan orang lain, maka organisasi tersebut akan berfungsi dan dengan demikian, pekerjaan akan bisa diselesaikan. Koordinasi sering dikorbankan dalam gaya ini.

Laissez-faire -- Ini sama sekali bukanlah kepemimpinan. Gaya ini membiarkan segala sesuatunya berjalan dengan sendirinya. Pemimpin hanya melaksanakan fungsi pemeliharaan saja. Misalnya, seorang pendeta mungkin hanya namanya saja ketua dari organisasi tersebut dan hanya menangani urusan khotbah, sementara yang lainnya mengerjakan segala pernik mengenai bagaimana organisasi tersebut harus beroperasi. Gaya ini kadang-kadang dipakai oleh pemimpin yang sering bepergian atau yang hanya bertugas sementara.

Partisipatif -- Gaya ini dipakai oleh mereka yang percaya bahwa cara untuk memotivasi orang-orang adalah dengan melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini diharapkan akan menciptakan rasa memiliki sasaran dan tujuan bersama. Masalah yang timbul adalah kemungkinan lambatnya tindakan dalam menangani masa-masa krisis.

Otokratis -- Gaya ini ditandai dengan ketergantungan kepada yang berwenang dan biasanya menganggap bahwa orang-orang tidak akan melakukan apa-apa kecuali jika diperintahkan. Gaya ini tidak mendorong adanya pembaruan. Pemimpin menganggap dirinya sangat diperlukan. Keputusan dapat dibuat dengan cepat.

APA ANGGAPAN ORANG TENTANG GAYA-GAYA INI?

Perhatikan bahwa setiap gaya ini sangat tergantung pada pandangan seseorang terhadap orang banyak dan apa yang memotivasi mereka. Karena fungsi dari kepemimpinan ialah memimpin, maka membuat orang- orang ikut sangatlah penting.

Pemimpin yang birokratis percaya bahwa setiap orang dapat setuju dengan cara yang terbaik dalam mengerjakan segala sesuatu dan bahwa ada suatu sistem di luar hubungan antarmanusia yang dapat dipakai sebagai pedoman. Dalam hal ini pedoman tersebut adalah peraturan- peraturan dan tata cara.

Pemimpin yang permisif ingin agar setiap orang (termasuk pemimpin itu sendiri) merasa senang. Stres internal dianggap sebagai suatu hal yang buruk bagi organisasi (dan mungkin tidak Kristiani).

Pemimpin laissez-faire menganggap bahwa organisasinya berjalan sedemikian baiknya sehingga pemimpin tidak perlu turut campur, atau menganggap bahwa organisasi tersebut tidak membutuhkan pusat kepemimpinan.

Pemimpin yang partisipatif biasanya senang memecahkan masalah dan bekerja sama dengan orang lain. Ia menganggap bahwa orang lain pun merasakan hal yang sama, dan karena itu, hasil yang paling besar akan diraih dengan cara bekerja sama dengan mengajak orang lain turut serta dalam mengambil keputusan dan meraih sasaran.

Pemimpin yang otokratis menganggap bahwa orang-orang hanya akan melakukan apa yang diperintahkan kepada mereka dan/atau ia tahu apa yang terbaik. (Dengan kata lain, ia mungkin tampak sebagai seorang diktator.)

GAYA MANA YANG TERBAIK?

Gaya setiap pemimpin tentunya berbeda-beda. Demikian juga dengan para pengikut! Ini merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa situasi-situasi tertentu menuntut satu gaya kepemimpinan tertentu, sedangkan situasi lainnya menuntut gaya yang lain pula. Pemimpin berbeda satu sama lain. Pada suatu waktu tertentu kebutuhan- kebutuhan kepemimpinan dari suatu organisasi mungkin berbeda dengan waktu lainnya. Karena organisasi-organisasi akan mendapatkan kesulitan bila terus-menerus berganti pimpinan, maka para pemimpinlah yang membutuhkan gaya yang berbeda pada waktu yang berbeda. Gaya yang cocok sangat tergantung pada tugas organisasi, tahapan kehidupan organisasi, dan kebutuhan-kebutuhan pada saat itu. Organisasi-organisasi perlu memperbarui diri mereka sendiri, dan gaya kepemimpinan yang berbeda seringkali dibutuhkan. Apa contoh- contoh yang menunjukkan bagaimana tugas organisasi mempengaruhi gaya kepemimpinan? Dinas pemadam kebakaran tidak dapat bekerja tanpa kepemimpinan yang bersifat otokrasi. Ketika tiba waktunya bagi organisasi tersebut untuk bekerja, untuk melaksanakan apa yang telah dirancang akan dilakukan, kepemimpinan otokrasi merupakan satu keharusan. Tidak ada waktu untuk duduk dan membahas bagaimana memadamkan api tersebut. Seorang yang terlatih harus memutuskan bagi kelompok itu, dan kelompok itu harus mematuhi keputusan tersebut. Pada waktu kemudian, mungkin ada diskusi yang lebih bebas mengenai cara mana yang terbaik dipakai di saat lain. Di pihak lain, suatu kelompok medis mungkin paling baik dijalankan dengan gaya serba membolehkan. Gaya otokrasi malahan mungkin juga dibutuhkan dalam organisasi Kristen! Dalam masa-masa krisis, seperti pengungsian personil misi, atau perlunya mengurangi biaya secara radikal.

SENI MANAJEMEN BAGI PEMIMPIN KRISTEN

Seringkali seorang pemimpin harus bertindak secara sepihak. Organisasi-organisasi harus melewati tahap-tahap yang berbeda dalam hidup mereka. Selama periode-periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, kepemimpinan otokrasi mungkin akan bekerja dengan baik. Misalnya, pendiri suatu organisasi Kristen yang baru, atau pendeta pendiri dari satu gereja, sering merupakan tokoh kharismatik yang mengetahui secara intuitif apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Karena itu adalah visinya, maka ialah yang paling sanggup untuk menanamkannya kepada orang lain tanpa diskusi. Tetapi selama periode pertumbuhan yang lambat atau konsolidasi, organisasi tersebut perlu menyediakan waktu lebih untuk merenung dan berusaha agar lebih berdaya guna. Kepemimpinan dengan gaya partisipatif dibutuhkan dalam suatu bisnis yang secara berkala memerlukan pertimbangan.

MENCOCOKKAN GAYA KE DALAM ORGANISASI

Idealnya, seorang pemimpin harus memiliki berbagai macam gaya. Ia harus siap menghadapi segala keadaan, berpindah dari musim panas yang serba membolehkan kepada musim dingin yang banyak tuntutannya.

Memandang hal ini dari sisi organisasi, maka organisasi harus mengadaptasi suatu strategi untuk efektivitas, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan 'produknya'. Sebagian besar organisasi sukarela dan nirlaba didirikan berdasarkan asumsi adanya persamaan visi dan sasaran. Mereka memiliki strategi mencari keberhasilan (untuk mencapai sasaran mereka). Ketika organisasi tersebut masih baru, pendirinya dapat mengandalkan kekuatan visinya untuk menarik orang-orang lain yang mempunyai sasaran yang sama. Namun, pada waktu organisasi itu berhasil, maka cara-cara lain untuk mempertahankan persamaan visi akan diperlukan. Bila gaya kepemimpinan tidak disesuaikan sehingga mencakup penyamaan sasaran dengan peran serta penuh, sering organisasi tersebut akan mengadaptasi strategi menghindari kegagalan. Ketika organisasi mencapai ukuran di mana gaya yang bersifat otokratis tidak akan lagi berfungsi bila pemimpin tidak dapat berpindah ke gaya yang partisipatif, maka ia sering dipaksa (mungkin tanpa disadari) untuk mengambil gaya laissez-faire. Sementara itu kepemimpinan lapis kedua (yang sekarang terpaksa menjalankan organisasi) kemungkinan besar akan memakai gaya birokratis.

DI MANAKAH ANDA?

Apakah gaya kepemimpinan Anda? Membaca beberapa tulisan mengenai manajemen secara sepintas lalu mungkin sudah akan menolong Anda untuk menemukan hal itu. Mudah-mudahan Anda akan menemukan bahwa Anda telah mempraktikkan gaya-gaya kepemimpinan yang berbeda pada waktu yang berbeda. Apakah Anda mempunyai bukti bahwa Anda sanggup mengubah gaya Anda pada waktu dibutuhkan? Atau, sementara Anda memikirkan mengenai keputusan-keputusan yang telah Anda ambil selama enam bulan ini, apakah Anda menemukan bahwa keputusan-keputusan tersebut selalu dibuat dengan cara yang sama (oleh Anda, orang lain, bersama-sama, atau melalui birokrasi)?

DI MANA ORGANISASI ANDA?

Jenis kepemimpinan apa yang dibutuhkan oleh organisasi Anda sekarang ini? Apa tugas-tugasnya? Dalam tahap pertumbuhan organisasi yang seperti apa Anda sekarang ini? Apakah kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan pada saat ini? Analisislah hal ini dengan pertolongan dewan pengurus, tim kepemimpinan, anggota-anggota Anda, dan lain- lain. Apakah gaya kepemimpinan yang berbeda dibutuhkan dalam bidang kehidupan organisasi yang berbeda?

KE MANA ANDA PERGI DARI SINI?

Periksalah kembali kalender pertemuan Anda selama dua minggu terakhir ini. Apakah yang terjadi dalam rapat-rapat itu? Apakah Anda pergi ke rapat hanya untuk mengumumkan keputusan Anda sendiri (gaya otokratis)? Apakah Anda pergi ke rapat dengan harapan dapat bekerja sama dengan kelompok tersebut untuk mencapai suatu keputusan (gaya partisipatif)? Apakah Anda berharap untuk duduk bersandar membiarkan orang lain mengurus masalah yang sedang dihadapi (gaya permisif). Atau, apakah Anda pergi dengan tekad memakai prosedur baku untuk memastikan bahwa kapal tersebut tetap tenang tanpa masalah (gaya birokratis)? Mungkin Anda sama sekali tidak pergi (laissez-faire)!

Bila Anda menemukan bahwa Anda menangani setiap pertemuan dengan cara yang sama, Anda mungkin terkunci pada satu gaya dan dengan sadar harus mempertimbangkan untuk mulai berusaha menyesuaikan gaya Anda sebagai fungsi situasi yang sedang Anda hadapi. Dengan memutuskan gaya yang akan Anda pakai sebelum rapat, Anda akan memperoleh kesempatan untuk mengamati respon peserta-peserta rapat yang lain.

Bila selama ini Anda membatasi diri Anda pada satu gaya saja, perubahan yang tiba-tiba sering akan membingungkan orang lain. Mungkin Anda perlu menguraikan dengan sangat jelas peraturan- peraturan dasar mengenai bagaimana Anda mengantisipasi berlangsungnya proses pengambilan keputusan tersebut.

Kiat Sukses: Tidak Mengenal Kata Terlambat

Lima belas tahun yang lalu, Morjorie Newlin yang ketika itu berusia
72 sedang berbelanja di supermarket. Karena ada obral, dia membeli
sekitar 25 kilo makanan kucing untuk peliharaannya. Sebagai janda
yang berusaha untuk hidup mandiri, dia merasa kesal karena kepayahan
mengangkat belanjaannya dan dia memutuskan untuk ikut bergabung di
klub fitness di dekat rumahnya di Mt Airy, Philadelphia USA.

Richard Brown, pelatih di tempat fitness Rivers Gym sempat geli
melihat nenek yang sudah punya 4 cucu dan 2 cicit ini mulai mengikuti
latihan. Namun nenek tua ini rajin berlatih hari demi hari, minggu
demi minggu sampai setahun kemudian berhasil mengangkat beban sekitar
50 kilo dan tubuhnya memiliki bentuk seperti layaknya orang yang
berlatih bodybuilding.

Mulai berprestasi di usia yang sudah lanjut.
Karena dapat dorongan dari si pelatih fitness, akhirnya nenek
Morjorie bersedia ikut lomba bodybuilding Amateur Athletic Union yang
terbuka untuk umum. Sebagai seorang Katholik sebetulnya dia merasa
risih karena harus memakai bikini selayaknya atlit binaragawan ketika
sedang berlomba. Namun singkat cerita dia ikut di lomba itu dan
berhasil menjadi juara untuk kategori diatas 45 tahun. Penonton
histeris ketika diumumkan bahwa pemenangnya sudah berusia 74 tahun.

Itulah awalnya sampai Morjorie kemudian mengikuti banyak perlombaan
yang membawanya sampai ke Itali, Jerman, dan Perancis. Sampai tahun
lalu dia telah mengoleksi 40 piala dan banyak piagam-piagam
penghargaan yang mengisi satu kamar penuh di rumahnya. Prestasi yang
memberi inspirasi ini bahkan telah membawa dia muncul di acara TV
Oprah Winfrey Show, Today's Show dan juga membawa Morjorie menjadi
pembicara moitivasi di seminar-seminar.

Morjorie yang seorang pensiunan perawat ini telah menunjukkan bahwa
ketekunan menghasilkan prestasi. Lebih dari itu dia telah memberi
contoh bahwa umur bukanlah penghalang untuk berprestasi.

Tidak menyerah sekalipun mengidap penyakit yang berat.
Tahun lalu nenek Morjorie tidak lagi ikut pertandingan namun tetap
berlatih 3 kali seminggu sampai pertengahan tahun lalu ketika dia
merayakan ulang tahunnya yang ke-87 di Bally Total Fitness,
Cedarbrook. Morjorie yang sebetulnya mengidap penyakit Leukumia ini,
berhenti berlatih di bulan Oktober lalu ketika penyakitnya sudah
semakin parah.

Saya tertarik tentang kisah hidup nenek Morjorie dan ingin
menuliskannya dalam sebuah artikel. Hari ini ketika saya ingin
mengupdate tentang Nenek Morjorie, saya terkejut mengetahui bahwa
akhir minggu yang lalu, nenek Morjorie telah wafat. Memang Nenek
Morjorie telah tiada, namun wanita sederhana ini telah memberi
inspirasi kepada banyak orang dengan apa yang diperbuatnya di usianya
yang lanjut.

Mendengar tentang Nenek Morjorie mengingatkan kita tentang Kaleb (Yos
14:10). Di usianya yang ke-80, dia meng-klaim janji Tuhan melalui
Musa mengenai tanah perjanjian yang menjadi bagiannya. Dan bersama
kaumnya dia menaklukkan raksasa-raksasa yang berkuasa di Hebron dan
menjadikan Hebron tanah warisannya.

Tidak menyerah sebelum mencapai garis akhir.
Banyak dianatara kita mungkin putus asa dengan kegagalan yang kita
alami setelah berkarir selama 20 tahun atau 30 tahun mungkin. Tapi
kesaksian Yosua dan nenek Morjorie di atas memberi inspirasi bahwa
sebelum kita menghadap Tuhan Yesus, masih ada kesempatan bagi kita
untuk melakukan seusatu yang berarti dengan hidup kita.

Seperti kata Rasul Paulus,
.. aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri
kepada apa yang di hadapanku, (Fil 3:13b)

lalu mengarahkan diri untuk mengejar suatu prestasi dalam hidup ini,
... dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu
panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. (Fil 4:14)

Tidak pernah menyerah. Terus berprestasi. Berlari sampai garis Finish.